Universitas Hasanuddin, Selasa sore, 18 November 2014. Saat
itu waktu menunjukkan pukul 16.30 WITA. Jam pulang kuliah bagi mahasiswa
teladan seperti saya. Bersama dengan rekan saya, sebut saja Ziza, kami menaiki
angkutan kota 07. Namun ada yang berbeda dihari itu, tak satupun 07 yang lewat
depan fakultas. Dengan bantuan teman kami yang sedang mengendarai motor, kami
pun ikut bersamanya hingga PSC. 30 Menit kami menunggu angkutan kota, 07 pun
menjemput kami. Hanya berjalan 20 meter, mobil angkutan harus berbelok ke
perdos karena padatnya kendaraan diarus jalan. Masuk dilorong-lorong kecil
hingga tembus di jalan sebelum pintu 1. Kami pun menunggu sejam, berharap
kemacetan ini berakhir. Namun hingga jam 19.30, kami memutuskan untuk meninggalkan
angkutan itu dan beralih untuk jalan kaki hingga melewati pertamina pintu 1.
Sesampainya depan pertamina, terdengar suara teriakan dari massa. Sentak saya
dan ziza kaget, lalu berlari kembali kearah pintu 2. Hujan batu dan busur
menghiasi pemandangan langit malam itu. Puluhan manusia berlari memakai helm,
berusaha melindungi diri dari batu dan busur. Keadaan unhas menjadi siaga 1,
puluhan sepeda, motor, 2 mobil terbakar. Fasilitas kampus dirusak, bahkan
rusa-rusa unhas saling melindungi dirinya dari anak panah busur. Kepolisian
berusaha mengamankan kedua belah pihak. Yaitu warga vs mahasiswa.
Anehnya, saat “mahasiswa”
demo anarkis, tak satupun dari mereka yang memakai alamamater tercinta. Lalu
pantaskah mereka disebut sebagai mahasiswa?
8 jam berlalu, kemacetan belum bisa ditangani. Akhirnya para
TNI AD turun ke TKP dan mengamankan kekacauan. Saya agak kecewa, mengapa
kepolisian tak mampu menenangkan dua kubu, dan mengapa TNI baru datang ketika
banyak fasilitas kampus yang telah habis dilahap jago merah. Tak lama kemudian,
hp saya berdering. Panggilan dari paman saya yang saat itu telah berada depan
showroom BMW, tak jauh dari pintu 1. Beliau mengatakan bahwa saya harus ke sana
agar bisa pulang. Dengan modal nekat, saya dan ziza menyusuri jalan yang penuh
dengan kendaraan bermotor. Suasana yang sangat hening dimalam itu, padahal
terdapat ribuan manusia yang menyaksikan para TNI menertibkan massa. Dilain
tempat, teman saya yang saat itu berada dalam kampus tak bisa keluar, karena
warga yang emosi masuk kedalam kampus dan menyerang siapa saja.
Sungguh miris suasana kampus merah dimalam itu. Beberapa
hari sebelumnya, nama Unhas tercoreng oleh WR III yang terjerat kasus narkoba. Dan setelahnya,
demo anarkis terjadi. Mungkin para penghuni Unhas harus melakukan cuci
almamater kembali.
|
sumber foto: kompas.com |