Tampilkan postingan dengan label MASA KULIAH. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label MASA KULIAH. Tampilkan semua postingan

Jumat, 21 November 2014

Kampus Merah di Malam itu

Universitas Hasanuddin, Selasa sore, 18 November 2014. Saat itu waktu menunjukkan pukul 16.30 WITA. Jam pulang kuliah bagi mahasiswa teladan seperti saya. Bersama dengan rekan saya, sebut saja Ziza, kami menaiki angkutan kota 07. Namun ada yang berbeda dihari itu, tak satupun 07 yang lewat depan fakultas. Dengan bantuan teman kami yang sedang mengendarai motor, kami pun ikut bersamanya hingga PSC. 30 Menit kami menunggu angkutan kota, 07 pun menjemput kami. Hanya berjalan 20 meter, mobil angkutan harus berbelok ke perdos karena padatnya kendaraan diarus jalan. Masuk dilorong-lorong kecil hingga tembus di jalan sebelum pintu 1. Kami pun menunggu sejam, berharap kemacetan ini berakhir. Namun hingga jam 19.30, kami memutuskan untuk meninggalkan angkutan itu dan beralih untuk jalan kaki hingga melewati pertamina pintu 1. 

Sesampainya depan pertamina, terdengar suara teriakan dari massa. Sentak saya dan ziza kaget, lalu berlari kembali kearah pintu 2. Hujan batu dan busur menghiasi pemandangan langit malam itu. Puluhan manusia berlari memakai helm, berusaha melindungi diri dari batu dan busur. Keadaan unhas menjadi siaga 1, puluhan sepeda, motor, 2 mobil terbakar. Fasilitas kampus dirusak, bahkan rusa-rusa unhas saling melindungi dirinya dari anak panah busur. Kepolisian berusaha mengamankan kedua belah pihak. Yaitu warga vs mahasiswa.

Anehnya, saat “mahasiswa” demo anarkis, tak satupun dari mereka yang memakai alamamater tercinta. Lalu pantaskah mereka disebut sebagai mahasiswa?

8 jam berlalu, kemacetan belum bisa ditangani. Akhirnya para TNI AD turun ke TKP dan mengamankan kekacauan. Saya agak kecewa, mengapa kepolisian tak mampu menenangkan dua kubu, dan mengapa TNI baru datang ketika banyak fasilitas kampus yang telah habis dilahap jago merah. Tak lama kemudian, hp saya berdering. Panggilan dari paman saya yang saat itu telah berada depan showroom BMW, tak jauh dari pintu 1. Beliau mengatakan bahwa saya harus ke sana agar bisa pulang. Dengan modal nekat, saya dan ziza menyusuri jalan yang penuh dengan kendaraan bermotor. Suasana yang sangat hening dimalam itu, padahal terdapat ribuan manusia yang menyaksikan para TNI menertibkan massa. Dilain tempat, teman saya yang saat itu berada dalam kampus tak bisa keluar, karena warga yang emosi masuk kedalam kampus dan menyerang siapa saja.


Sungguh miris suasana kampus merah dimalam itu. Beberapa hari sebelumnya, nama Unhas tercoreng oleh WR III  yang terjerat kasus narkoba. Dan setelahnya, demo anarkis terjadi. Mungkin para penghuni Unhas harus melakukan cuci almamater kembali.

sumber foto: kompas.com

Jumat, 19 September 2014

makalah bedah syaraf perioperatif


BAB I
PENDAHULUAN

1.1    Latar Belakang
Pembedahan pada otak, sumsum tulang belakang, dan saraf secara umum dapat digambarkan sebagai bedah saraf. Bedah saraf, seperti yang juga dikenal, bekerja pada gangguan dari sistem saraf. Kondisi yang mungkin memerlukan bedah saraf termasuk trauma kepala, yang mungkin timbul sebagai akibat dari patah tulang tengkorak. Tumor otak dan tumor tulang belakang, saraf tulang belakang dan saraf perifer juga mungkin memerlukan penghapusan oleh seorang ahli bedah saraf yang terlatih. Bedah Saraf adalah, secara umum, bidang yang sangat kompetitif dan sulit karena sifat halus operasi bedah yang terlibat.
Bedah saraf mungkin merupakan salah satu keahlian bedah yang memiliki banyak intrik dan membutuhkan perhatian. Dalam operasi, ahli bedah saraf harus mencari dan mengoperasi disekitar bagian penting yang kritis bagi kehidupan yang membutuhkan pengetahuan struktur tubuh manusia
saraf erat kaitannya dengan otak dimana keduanya merupakan alat untuk menggerakkan tubuh, merasakan nyeri, pahit,  panas, dingin,  asin, manis. Selain itu juga sebagai pusat pancaindra dan daya pikir.
Kemajuan teknologi dan adanya perbaikan prosedur pencitraan dan teknik pembedahan memungkinkan ahli bedah neuro melokalisasi dan mengatasi lesi intrakranial dengan ketepatan lebih besar dari pada sebelumnya.
Pada bedah syaraf, terbagi 2 jenis pembedahan yaitu Kraniotomi dan Laminektomi. Laminektomi merupakan eksisi arkus vertebra posterior da umumnya dilakukan pada trauma kolumna spinalis atau untuk menghilangkan tekanan nyeri akibat HNP. Prosedur ini dapat dilakukan dengan fusi vertebra.
Tindakan bedah Intrakranial atau disebut juga kraniotomi, merupakan suatu intervensi dalam kaitannya dengan masalah-masalah pada Intrakranial. Artinya kraniotomi dilakukan dengan maksud pengambilan sel atau jaringan intrakranial yang dapat terganggunya fungsi neorologik dan fisiologis manusia atau dapat juga dilakukan dengan pembedahan yang dimasudkan pembenahan letak anatomi intrakranial.

1.2    Tujuan
Adapun tujuan dari penyusunan makalah ini, yaitu :
1.      Mampu mengetahui pengertian kraniotomi.
2.      Mampu menjelaskan indikasi penggunaan kraniotomi.
3.     Menggunakan proses keperawatan sebagai kerangka kerja untuk perawatan pasien pre, intra dan pasca kraniotomi.
4.      Mengidentifikasi beberapa tindakan pada proses penatalaksanaan pasien bedah.
5.      Mengidentifikasi tindakan – tindakan keperawatan perioperatif yang dapat menurunkan resiko terjadinya infeksi dan komplikasi pascaoperatif.
6.      Mampu memberikan asuhan keperawatan pada pasien operasi kraniotomi.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1    Defenisi 
a. Kraniotomi adalah operasi membuka tulang tengkorak untuk mengangkat tumor, mengurangi TIK, mengeluarkan bekuan darah atau menghentikan perdarahan. (Hinchliff, Sue. 1999).
b. Kraniotomi mencakup pembukaan tengkorak melalui pembedahan untuk meningkatkan akses pada struktur intrakranial. (Brunner & Suddarth. 2002)
c. Jadi post kraniotomi adalah setelah dilakukannya operasi pembukaan tulang tengkorak untuk, untuk mengangkat tumor, mengurangi TIK, mengeluarkan bekuan darah atau menghentikan perdarahan.
d. Craniektomy adalah insisi pada tulang tengkorak dan membersihkan tulang dengan memperluas satu atau lebih lubang. Pembedahan craniektomy dilakukan untuk mengangkat tumor, hematom, luka, atau mencegah infeksi pada daerah tualang tengkorak.
e. Cranioplasty adalah memperbaiki kerusakan tulang kepala dengan menggunakan bahan plastic atau metal plate.

2.2    Indikasi
Indikasi tindakan kraniotomi atau pembedahan intrakranial adalah sebagai berikut :
a. Pengangkatan jaringan abnormal baik tumor maupun kanker.
b. Mengurangi tekanan intrakranial.
c. Mengevakuasi bekuan darah .
d. Mengontrol bekuan darah,
e.  Pembenahan organ-organ intrakranial,
f. Tumor otak,
g. Perdarahan (hemorrage),
h. Kelemahan dalam pembuluh darah (cerebral aneurysms)
i.  Peradangan dalam otak
j.  Trauma pada tengkorak.

2.3  Pemeriksaan Diagnostik
Prosedur diagnostik praoperasi dapat meliputi :
a. Tomografi komputer (pemindaian CT)
Untuk menunjukkan lesi dan memperlihatkan derajat edema otak sekitarnya, ukuran ventrikel, dan perubahan posisinya/pergeseran jaringan otak, hemoragik.
Catatan : pemeriksaan berulang mungkin diperlukan karena pada iskemia/infark mungkin tidak terdeteksi dalam 24-72 jam pasca trauma.
b. Pencitraan resonans magnetik (MRI)
Sama dengan skan CT, dengan tambahan keuntungan pemeriksaan lesi di potongan lain.
c. Electroencephalogram (EEG)
Untuk memperlihatkan keberadaan atau berkembangnya gelombang patologis
d. Angiografy Serebral
Menunjukkan kelainan sirkulasi serebral, seperti pergeseran jaringan otak akibat edema, perdarahan trauma
e. Sinar-X
Mendeteksi adanya perubahan struktur tulang (fraktur), pergeseran struktur dari garis tengah (karena perdarahan,edema), adanya fragmen tulang
f. Brain Auditory Evoked Respon (BAER) : menentukan fungsi korteks dan batang otak
g.Positron Emission Tomography (PET) : menunjukkan perubahan aktivitas metabolisme pada otak
h. Fungsi lumbal, CSS : dapat menduga kemungkinan adanya perdarahan subarakhnoid
i. Gas Darah Artery (GDA) : mengetahui adanya masalah ventilasi atau oksigenasi yang akan dapat meningkatkan TIK
j. Kimia/elektrolit darah : mengetahui ketidakseimbangan yang berperan dalam meningkatkan TIK/perubahan mental
k. Pemeriksaan toksikologi : mendeteksi obat yang mungkin bertanggung jawab terhadap penurunan kesadaran
l. Kadar antikonvulsan darah : dapat dilakukan untuk mengetahui tingkat terapi yang cukup efektif untuk mengatasi kejang.
(Doenges, Marilynn.E, 1999)

2.4  Penatalaksanaan Medis
a. Praoperatif
Pada penatalaksaan bedah intrakranial praoperasi pasien diterapi dengan medikasi antikonvulsan (fenitoin) untuk mengurangi resiko kejang pascaoperasi. Sebelum pembedahan, steroid (deksametason) dapat diberikan untuk mengurangai edema serebral. Cairan dapat dibatasi. Agens hiperosmotik (manitol) dan diuretik (furosemid) dapat diberikan secara intravena segera sebelum dan kadang selama pembedahan bila pasien cenderung menahan air, yang terjadi pada individu yang mengalami disfungsi intrakranial. Kateter urinarius menetap di pasang sebelum pasien dibawa ke ruang operasi untuk mengalirkan kandung kemih selama pemberian diuretik dan untuk memungkinkan haluaran urinarius dipantau. Pasien dapat diberikan antibiotik bila serebral sempat terkontaminasi atau deazepam pada praoperasi untuk menghilangkan ansietas.
Kulit kepala di cukur segera sebelum pembedahan (biasanya di ruang operasi) sehingga adanya abrasi superfisial tidak semua mengalami infeksi.
b.      Post operatif
·         Mengurangi Edema Serebral
Terapi medikasi untuk mengurangi edema serebral meliputi pemberian manitol, yang meningkatkan osmolalitas serum dan menarik air bebas dari area otak (dengan sawar darah-otak utuh). Cairan ini kemudian dieksresikan melalui diuresis osmotik. Deksametason dapat diberikan melalui intravena setiap 6 jam selama 24 sampai 72 jam ;  selanjutnya dosisnya dikurangi secara bertahap.
·         Meredakan Nyeri dan Mencegah Kejang
Asetaminofen biasanya diberikan selama suhu di atas 37,50C dan untuk nyeri. Sering kali pasien akan mengalami sakit kepala setelah kraniotomi, biasanya sebagai akibat syaraf kulit kepala diregangkan dan diiritasi selama pembedahan. Kodein, diberikan lewat parenteral, biasanya cukup untuk menghilangkan sakit kepala. Medikasi antikonvulsan (fenitoin, deazepam) diresepkan untuk pasien yang telah menjalani kraniotomi supratentorial, karena resiko tinggi epilepsi setelah prosedur bedah neuro supratentorial. Kadar serum dipantau untuk mempertahankan medikasi dalam rentang terapeutik.
·         Memantau Tekanan Intrakranial
Kateter ventrikel, atau beberapa tipe drainase, sering dipasang pada pasien yang menjalani pembedahan untuk tumor fossa posterior. Kateter disambungkan ke sistem drainase eksternal. Kepatenan kateter diperhatikan melalui pulsasi cairan dalam selang. TIK dapat di kaji dengan menyusun sistem dengan sambungan stopkok ke selang bertekanan dan tranduser. TIK dalam dipantau dengan memutar stopkok. Perawatan diperlukan untuk menjamin bahwa sistem tersebut kencang pada semua sambungan dan bahwa stopkok ada pada posisi yang tepat untuk menghindari drainase cairan serebrospinal, yang dapat mengakibatkan kolaps ventrikel bila cairan terlalu banyak dikeluarkan. Kateter diangkat ketika tekanan ventrikel normal dan stabil. Ahli bedah neuro diberi tahu kapanpun kateter tanpak tersumbat. Pirau ventrikel kadang dilakuakan sebelum prosedur bedah tertentu untuk mengontrol hipertensi intrakranial, terutama pada pasien tumor fossa posterior
2.5  Komplikasi pasca bedah
Beberapa komplikasi yang dapat terjadi pada pasien pascabedah intrakranial atau kraniotomi adalah sebagai berikut :
a.       Peningkatan tekanan intrakranial
b.      Perdarahan dan syok hipovolemik
c.       Ketidakseimbangan cairan dan elekrolit
d.      Infeksi
e.       Kejang
2.6    Asuhan Keperawatan
1. PREOPERASI
a.      Pengkajian berdasarkan pola fungsional Gordon pada preoperasi
1)      Pola persepsi kesehatan manajemen kesehatan
Tanyakan pada klien bagaimana pemahaman pasien dan keluarga tentang rencana prosedur bedah dan kemungkinan gejala sisanya yang dikaji bersamaan dengan reaksi pasien terhadap rencana pembedahan. Menanyakan pada klien tentang pengalaman pembedahan, pengalaman anestesi, riwayat pemakaian tembakau, alcohol, obat-obatan. Biasanya klien mengalami perubahan status kognitif karena pembedahan ang akan dihadapi.
2)      Pola nutrisi metabolic
Tanyakan kepada klien bagaimana pola makannya sebelum sakit dan pola makan setelah sakit? Apakah ada perubahan pola makan klien? Kaji apa makanan kesukaan klien?kaji riwayat alergi makanan maupun obat-obatan tertentu. Biasanya sebelum pembedahan, pasien dipuasakan selama 6-8 jam. Segala bentuk defisiensi nutrisi dan cairan harus di koreksi sebelum pembedahan untuk memberikan protein yang cukup untuk perbaikan jaringan. Kondisi gizi buruk dapat mengakibatkan pasien mengalami berbagai komplikasi pasca operasi dan mengakibatkan pasien menjadi lebih lama dirawat di rumah sakit. Balance cairan perlu diperhatikan dalam kaitannya dengan input dan output cairan. Demikaian juga kadar elektrolit serum harus berada dalam rentang normal.
3)      Pola eliminasi
Kaji bagaimana pola miksi dan defekasi klien? Apakah mengalami gangguan? Kaji apakah klien menggunakan alat bantu untuk eliminasi nya?. Biasanya klien yang dipasangi keteter akan merasa sakit saat BAK .
4)      Pola aktivas latihan
Kaji bagaimana klien melakukan aktivitasnya sehari-hari sebelum menghadapi pembedahan, apakah klien dapat melakukannya sendiri atau malah dibantu keluarga, dan apakah aktivitas terganggu karena perasaan cemas yang dirasakan.
5)      Pola istirahat tidur
Kaji perubahan pola tidur klien sebelum menghadapi oprasi, berapa lama klien tidur dalam sehari? Apakah klien mengalami gangguan dalam tidur, seperti nyeri dan lain lain.
Keadaan pasien yang cemas akan mempengaruhi kebutuhan tidur dan istirahat (Ruth F. Craven, Costance J Himle, 2000). Pada pasien preoperasi yang terencana mengalami kecemasan yang mengakibatkan terjadinya gangguan pola tidur antara 3 – 5 jam, sedangkan kebutuhan tidur dan istirahat normal adalah antara 7 – 8 jam. (Gunawan L, 2001).
6)      Pola kognitif persepsi
Kaji tingkat kesadaran klien, apakah klien mengalami gangguan penglihatan,pendengaran, dan kaji bagaimana klien dalam berkomunikasi? atau lakukan pengkajian nervus cranial.
7)      Pola persepsi diri dan konsep diri
Kaji bagaimana klien memandang dirinya dengan penyakit yang dideritanya? Apakah klien merasa rendah diri ? biasanya klien akan merasa rendah diri akibat pembedahan yang akan dijalani. Klien akan takut akan terjadi hal yang tidak diinginkan setelah operasi.
8)      Pola peran hubungan
Kaji bagaimana peran fungsi klien dalam keluarga sebelum dan selama dirawat di Rumah Sakit? Dan bagaimana hubungan social klien dengan masyarakat sekitarnya?. Pola peran hubungan klien dengan orang lain tergantung dengan kepribadiannya. Klien dengan kepribadian tipe ekstrovert pada orang biasanya memiliki ciri-ciri mudah bergaul, terbuka, hubungan dengan orang lain lancar dan mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitar. Hal ini akan menyebabkan seseorang lebih terbuka, lebih tenang serta dapat mengurangi rasa cemas dalam menghadapi pra operasi.
9)      Pola reproduksi dan seksualitas
Kaji apakah ada masalah hubungan dengan pasangan? Apakah ada perubahan kepuasan pada klien berkaitan dengan kecemasan dan ketakutan sebelum operasi? Pada pasien baik preoperasi maupun postoperasi terkadang mengalami masalah tentang efek kondisi/terapi pada kemampuan seksualnya
10)  Pola koping dan toleransi stress
Kaji apa yang biasa dilakukan klien saat ada masalah? Apakah klien menggunakan obat-obatan untuk menghilangkan stres? Pada pasien pre operasi dapat mengalami berbagai ketakutan . Takut terhadap anestesi, takut terhadap nyeri atau kematian, takut tentang ketidaktahuaan atau takut tentang derformitas atau ancaman lain terhadap citra tubuh dapat menyebabkan ketidaktenangan atau ansietas
11)  Pola nilai dan kepercayaan
Kaji bagaimana pengaruh agama terhadap klien menghadapi pembedahan?

b.      Diagnosa keperawatan preoperasi
Adapun beberapa diagnosa yang dapat ditegakkan pada pra operatif bedah kraniotomi
1.  Depresi berhubungan dengan ketidakpastian pengobatan : pembedahan
2. Kurang pengetahuan tentang persiapan pre operasi berhubungan dengan keterbatasan koginitf.
3. Resiko tinggi peningkatan tekanan intracranial berhubungan dengan metastase tumor ke jaringan lunak.
4. Cemas, berhubungan dengan pengalaman bedah (anesthesi, nyeri) dan hasil akhir dari pembedahan
5.  Kurang pengetahuan mengenai prosedur dan protokol pre-operatif dan harapan pasca-operatif
Batasan karakteristik:
·         Insomnia
·         Kawatir
·         Menggigil
·         Gelisah
·         Tidak nafsu makan
·         Tekanan darah meningkat
·         Sulit konsentrasi
c. intervensi keperawatan
1. Nilai kembali keadaan penyakit atau prognosis
2. Diskusikan kembali mengenai kegiatan, tekankan pentingnya peningkatan aktivitas tersebut sesuai kemampuan
3. Pertahankan pasien dalam posisi terlentang sempurna selama beberapa jam
4. teliti keluhan pasien mengenai munculnya kembali nyeri

d. evaluasi preoperatif
evaluasi preoperatif dapat disesuaikan dengan tujuan
1.      Meningkatnya pengetahuan tentang respon fisiologis dan psikologis pembedahan.
Mengutarakan pemahaman proses penyakit serta respon yang akan ditimbulkan pasca operasi, sediakan pengetahuan berdasarkan hal dimana pasien dapat membuat pilihan terapi berdasarkan informasi
  1. Meningkatnya pengetahuan intra dan post operatif
  2. Emosi stabil,relaks dan nyaman
  3. Fungsi fisiologis normal
  4. Cairan dan elektrolit seimbang
2. INTRAOPERATIF
Saat pasien tiba diruang operasi, secara prinsip ada 3 grup tenaga yang berbeda yang mempersiapkan keperawatannya,
1.      ahli anastesi atau perawat anastesia
memberikan agens anastetik dan membaringkan pasien dalam posisi yang tepat dimeja operasi
2.      ahli bedah dan asisten yang melakukan scrub dan pembedahan
3.      perawat intraoperatif yang mengatur ruang operasi
a. pengkajian
1.      Cek status/medical record pasien dan kelengkapannya setelah tiba di ruang op
  1. Tanda-tanda vital: Hipotensi(terutama karena perubahan posisi) yang berhubungan dengan perubahan pada kecepatan nadi mungkin mencerminkan hipovolemia akibat kehilangan darah, pembatasan pemasukan oral mual/muntah
  1. Cek rambut, kosmetik dan alat bantu
  2. Kesiapan klien
Salah satu kesiapan klien adalah bagaimana posisi klien saat dimeja operasi, ini bergantung pada prosedur operasi yang akan dilakukan juga pada kondisi fisik pasien
b.diagnosa keperawatan
1.      Resiko terjadi perdarahan berhubungan dengan tindakan operatif
  1. Resiko distress pernafasan berhubungan dengan ketidakaduquatan pulmo
  2. Resiko syok hipovolemik berhubungan dengan perdarahan yang banyak
  3. Kecemasan  berhubungan dengan tindakan pembedahan.
c. intervensi
adapun intervensi yang bertujuan untuk:
  1. Tidak terjadi distres pernafasan
Auskultasi suara napas, catat ada tidaknya suara ronki/mengi. Rasionalnya menandakan bahwa adanya akumulasi sekret/ pembersihan jalan napas
  1. Perdarahan terkontrol
  2. Terjadi keseimbangan cairan dan elektrolit
  3. Menurunkan kecemasan pasien
Beberapa lanjutan intervensi, yaitu:
a.       Monitoring TTV dan status cardiopulmonal
  1. Motivasi pasien untk berdoa
  2. Manotoring status cairan dan elektrolit
  3. Monitoring jumlah perdarahan
3. POSTOPERATIF
a.      Pengkajian
pengkajian awal pasien ini termasuk mengevaluasi saturasi oksigen dengan oksimetri nadi dan memantau volume dan keteraturan nadi, kedalaman, dan sifat pernafasan, warna kulit, tingkat kesadaran, dan kemampuan pasien untuk berespon terhadap perintah. Bagian yang dioperasi yang diperikasa terhadap drainase atau hemoragi dan terhadap adanya pengkleman selang yang seharusnya tidak diklem dan dihubungkan keperalatan drainase.
Adapun pengkajian berdasarkan pola fungsional Gordon pada pasien postoperasi
1)      Pola persepsi kesehatan manajemen kesehatan
Tanyakan pada klien bagaimana pandangannya tentang penyakit yang dideritanya dan pentingnya kesehatan bagi klien?
Bagaimana pandangan klien tentang penyakitnya setelah pembedahan? Apakah klien merasa lebih baik setelah pembedahan?
2)      Pola nutrisi metabolic
Tanyakan kepada klien bagaimana pola makannya sebelum sakit dan pola makan setelah sakit? Apakah ada perubahan pola makan klien? Kaji apa makanan kesukaan klien?kaji riwayat alergi klien.
Pada pasien pasca pembedahan biasanya tidak diperkenankan menelan makanan sesudah pembedahan. Insersi NG tube intra operatif mencegah komplikasi post operatif dengan decompresi dan drainase lambung. Makanan yang dianjurkan pada pasien post operasi adalah makanan tinggi protein dan vitamin C. Protein sangat diperlukan pada proses penyembuhan luka, sedangkan vitamin C yang mengandung antioksidan membantu meningkatkan daya tahan tubuh untuk pencegahan infeksi.
Pembatasan diet yang dilakukan adalah NPO (nothing peroral) .
Biasanya makanan baru diberikan jika:
·         Perut tidak kembung
·         Peristaltik usus normal
·         Flatus positif
·         Bowel movement positif
Pemberian infus merupakan usaha pertama untuk mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit. Monitor cairan per infus sangat penting untuk mengetahui kecukupan pengganti dan pencegah kelebihan cairan. Begitu pula cairan yang keluar juga harus dimonitor.
3)      Pola eliminasi
Kaji bagaimana pola miksi dan defekasi kliensetelah pembedahan? Apakah mengalami gangguan? Kaji apakah klien menggunakan alat bantu untuk eliminasi nya?. Biasanya klien dipasangi keteter pasca operasi. Kontrol volunter fungsi perkemihan kembali setelah 6 – 8 jam post anesthesia inhalasi, IV, spinal.
4)      Pola aktivas latihan
Kaji bagaimana klien melakukan aktivitasnya sehari-hari, apakah klien dapat melakukannya sendiri atau malah dibantu keluarga?
Biasanya pasien diposisikan untuk berbaring ditempat tidur agar keadaanya stabil. Biasanya posisi awal adalah terlentang, tapi juga harus tetap dilakukan perubahan posisi agar tidak terjadi dekubitus. Pasien yang menjalani pembedahan abdomen dianjurkan untuk melakukan ambulasi dini.
5)      Pola istirahat tidur
Kaji perubahan pola tidur klien selama sehat dan sakit, berapa lama klien tidur dalam sehari? Apakah klien mengalami gangguan dalam tidur pasca operasi seperti nyeri dan lain lain. Biasanya pasien mengalami gangguan tidur karena nyeri pasca operasi.
6)      Pola kognitif persepsi
Kaji tingkat kesadaran klien, apakah klien mengalami gangguan penglihatan, pendengaran, dan kaji bagaimana klien dalam berkomunikasi?atau lakukan pengkajian nervus cranial. Kaji apakah ada komplikasi pada kognitif, sensorik, maupun motorik setelah pembedahan.
Monitor kondisi umum dan neurologis pasien dilakukan seperti biasanya. Jahitan dibuka pada hari ke 5-7. Tindakan pemasangan fragmen tulang atau kranioplasti dianjurkan dilakukan setelah 6-8 minggu kemudian.
CT scan kontrol diperlukan apabila post operasi kesadaran tidak membaik dan untuk menilai apakah masih terjadi hematom lainnya yang timbul kemudian.
7)      Pola persepsi diri dan konsep diri
Kaji bagaimana klien memandang dirinya dengan penyakit yang dideritanya? Apakah klien merasa rendah diri? Biasanya klien mengalami gangguan citra tubuh karena efek pembedahan.
8)      Pola peran hubugan
Kaji bagaimana peran fungsi klien dalam keluarga sebelum dan selama dirawat di Rumah Sakit? Dan bagaimana hubungan social klien dengan masyarakat sekitarnya?
9)      Pola reproduksi dan seksualitas
Kaji apakah ada masalah hubungan dengan pasangan? Apakah ada perubahan kepuasan pada klien? Pada klien baik preoperasi maupun postoperasi terkadang mengalami masalah tentang efek kondisi/terapi pada kemampuan seksualnya
10)  Pola koping dan toleransi stress
Kaji apa yang biasa dilakukan klien saat ada masalah? Apakah klien menggunakan obat-obatan untuk menghilangkan stres?
11)  Pola nilai dan kepercayaan
Kaji bagaimana pengaruh agama terhadap klien menghadapi penyakitnya? Apakah ada pantangan agama dalam proses penyembuhan klien?
b.      Diagnosa keperawatan post operasi
Diagnosa keperawatan yang dapat muncul adalah:
1.  Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan pendarahan, edema serebral.
2. Potensial terhadap ketidakefektifan termoregulasi yang berhubungan dengan kerusakan hipotalamus, dehidrasi, dan infeksi.
3. Potensial terhadap kerusakan pertukaran gas yang berhubungan dengan hipoventilasi, aspirasi dan imobilisasi.
4. Perubahan sensori persepsi berhubungan dengan edema periorbital, balutan kepala, selang endotrakea dan efek TIK
5. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan penampilan atau ketidakmampuan fisik
6.  Ganggguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan luka insisi.
7.   Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan luka insisi.
8.  Resiko tinggi infeksi berhubungan berhubungan dengan tindakan invasif, penurunan tingkat kesadaran, lamanya, type dari tindakan pembedahan.
9.  Kekurangan volume cairan berhubungan dengan perdarahan post operasi.
10. Pola nafas inefektif berhubungan dengan gangguan integritas jaringan otak, hypoxemia dampak dari anestesi, serebral edema, area pembedahan sekitar medulla obongata atau pons.
11.  Bersihan jalan napas inefektif berhubungan dengan penumpukan secret.
12.  Perubahan pola eliminasi urin berhubungan dengan efek anastesi.
13.  Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual muntah

c. implementasi keperawatan
tujuan utama pasien dapat mencakup fungsi pernafasan yang optimal, reda dari nyeri dan ketidak nyamanan pasca operatif, pemeliharaan suhu tubuh normal, bebas dari cedera, pemeliharan keseimbangan nutrisi, kembalinya fungsi perkemihan yang normal, pemulihan mobilitas, dan rencana rehabilitasi.
d. intervensi keperawatan
  1. Pantau status pernafasan, GCS, status neurologis, peningkatan kemampuan menelan, berbicara, respon terhadap rangsang
  2. Pantau TTV
  3. Berikan lingkungan yang aman dan nyaman
Selain memberikan lingkungan aman nyaman, kontrol juga suhu lingkungan dan pasien
  1. Alih baring tiap 2 jam
  2. Pantau GDA
  3. Motivasi pasien untuk mengungkapkan perasaannya
  4. Pendidikan kesehatan pasien dan keluarga perawatan di rumah
  5. Motivasi pasien kontrol nyeri dengan nafas falam dan ditraksi
  6. Perawatan luka
e.       Evaluasi post operatif
1.      Tercapainya homeostatis neurologis/meningkatakan perfusi jaringan serebral
2.      Tercapainya pengaturan suhu dan suhu tubuh dalam keadaan normal
3.      Mengkoping penurunan sensori dan citra tubuh
4.      Pertukaran gas normal
5.      Menunjukkan peningkatan konsep diri
6.      Tidak terjadi komplikasi

BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Kraniotomi adalah setiap operasi terhadap kranium. Kraniotomi mencakup operasi atau pembukaan tulang tengkorak untuk mengangkat tumor, mengurangi TIK, mengeluarkan bekuan darah atau menghentikan perdarahan dan serta untuk meningkatkan akses pada struktur intrakranial.
Proses keperawatan sebagai kerangka kerja pada pasien kraniotomi meliputi pengkajian, diagnosa, perencanaan, implementasi, evaluasi. Adapun Indikasi penggunaan kraniotomi yaitu : Pengangkatan jaringan abnormal baik tumor maupun kanker, mengurangi tekanan intrakranial, mengevakuasi bekuan darah, mengontrol bekuan darah, dan pembenahan organ-organ intrakranial.
Beberapa  tujuan perawatan  postoperasi pasien  kraniotomi, yaitu diantaranya menghindari komplikasi insisi kranial, menghilangkan nyeri akibat proses pembedahan, mempertahankan fungsi fisiologis dan neorologik.
Kraniotomi atau sering lebih disebut sebagai bedah kranial merupakan salah satu tindakan operasi untuk penanganan pengambilan jaringan abnormal (kanker, tumor dan lain sejenisnya), memperbarui struktur anatomi atau fisiologis pada intrakranial. Pembedahan  dilakukan untuk menghilangkan gejala atau manifestasi tersebut yang tidak mungkin diatasi dengan obat-obatan biasa. Selain itu hal yang perlu dilakukan sebelum dilakukannya bedah kranial ini tentunya pelaksanaan pemeriksaan penunjang yaitu foto roentgen, angiografi serebral, brain auditory evoked respons (BAER) CT-scan serta gas darah arteri, untuk mengetahui masalah intrakranial perlu dilakukan pembedahan atau tidak.

DAFTAR PUSTAKA
Brunner and Suddarth. 2001. Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8, Vol. 1.
EGC : Jakarta.
Doenges, Marilyn E., Mary Frances Moorhouse, Alice C. Geissler. 1999.
Rencana Asuhan Keperawatan. EGC: Jakarta.