Universitas Hasanuddin, Selasa sore, 18 November 2014. Saat
itu waktu menunjukkan pukul 16.30 WITA. Jam pulang kuliah bagi mahasiswa
teladan seperti saya. Bersama dengan rekan saya, sebut saja Ziza, kami menaiki
angkutan kota 07. Namun ada yang berbeda dihari itu, tak satupun 07 yang lewat
depan fakultas. Dengan bantuan teman kami yang sedang mengendarai motor, kami
pun ikut bersamanya hingga PSC. 30 Menit kami menunggu angkutan kota, 07 pun
menjemput kami. Hanya berjalan 20 meter, mobil angkutan harus berbelok ke
perdos karena padatnya kendaraan diarus jalan. Masuk dilorong-lorong kecil
hingga tembus di jalan sebelum pintu 1. Kami pun menunggu sejam, berharap
kemacetan ini berakhir. Namun hingga jam 19.30, kami memutuskan untuk meninggalkan
angkutan itu dan beralih untuk jalan kaki hingga melewati pertamina pintu 1.
Sesampainya depan pertamina, terdengar suara teriakan dari massa. Sentak saya
dan ziza kaget, lalu berlari kembali kearah pintu 2. Hujan batu dan busur
menghiasi pemandangan langit malam itu. Puluhan manusia berlari memakai helm,
berusaha melindungi diri dari batu dan busur. Keadaan unhas menjadi siaga 1,
puluhan sepeda, motor, 2 mobil terbakar. Fasilitas kampus dirusak, bahkan
rusa-rusa unhas saling melindungi dirinya dari anak panah busur. Kepolisian
berusaha mengamankan kedua belah pihak. Yaitu warga vs mahasiswa.
Anehnya, saat “mahasiswa”
demo anarkis, tak satupun dari mereka yang memakai alamamater tercinta. Lalu
pantaskah mereka disebut sebagai mahasiswa?
8 jam berlalu, kemacetan belum bisa ditangani. Akhirnya para
TNI AD turun ke TKP dan mengamankan kekacauan. Saya agak kecewa, mengapa
kepolisian tak mampu menenangkan dua kubu, dan mengapa TNI baru datang ketika
banyak fasilitas kampus yang telah habis dilahap jago merah. Tak lama kemudian,
hp saya berdering. Panggilan dari paman saya yang saat itu telah berada depan
showroom BMW, tak jauh dari pintu 1. Beliau mengatakan bahwa saya harus ke sana
agar bisa pulang. Dengan modal nekat, saya dan ziza menyusuri jalan yang penuh
dengan kendaraan bermotor. Suasana yang sangat hening dimalam itu, padahal
terdapat ribuan manusia yang menyaksikan para TNI menertibkan massa. Dilain
tempat, teman saya yang saat itu berada dalam kampus tak bisa keluar, karena
warga yang emosi masuk kedalam kampus dan menyerang siapa saja.
Sungguh miris suasana kampus merah dimalam itu. Beberapa
hari sebelumnya, nama Unhas tercoreng oleh WR III yang terjerat kasus narkoba. Dan setelahnya,
demo anarkis terjadi. Mungkin para penghuni Unhas harus melakukan cuci
almamater kembali.
Pembedahan
pada otak, sumsum tulang belakang, dan saraf secara umum dapat digambarkan
sebagai bedah saraf. Bedah saraf, seperti yang juga dikenal, bekerja pada
gangguan dari sistem saraf. Kondisi yang mungkin memerlukan bedah saraf
termasuk trauma kepala, yang mungkin timbul sebagai akibat dari patah tulang
tengkorak. Tumor otak dan tumor tulang belakang, saraf tulang belakang dan
saraf perifer juga mungkin memerlukan penghapusan oleh seorang ahli bedah saraf
yang terlatih. Bedah Saraf adalah, secara umum, bidang yang sangat kompetitif
dan sulit karena sifat halus operasi bedah yang terlibat.
Bedah
saraf mungkin merupakan salah satu keahlian bedah yang memiliki banyak intrik
dan membutuhkan perhatian. Dalam operasi, ahli bedah saraf harus mencari dan
mengoperasi disekitar bagian penting yang kritis bagi kehidupan yang
membutuhkan pengetahuan struktur tubuh manusia
saraf
erat kaitannya dengan otak dimana keduanya merupakan alat untuk menggerakkan
tubuh, merasakan nyeri, pahit, panas,
dingin, asin, manis. Selain itu juga
sebagai pusat pancaindra dan daya pikir.
Kemajuan
teknologi dan adanya perbaikan prosedur pencitraan dan teknik pembedahan
memungkinkan ahli bedah neuro melokalisasi dan mengatasi lesi intrakranial
dengan ketepatan lebih besar dari pada sebelumnya.
Pada
bedah syaraf, terbagi 2 jenis pembedahan yaitu Kraniotomi dan Laminektomi.
Laminektomi merupakan eksisi arkus vertebra posterior da umumnya dilakukan pada
trauma kolumna spinalis atau untuk menghilangkan tekanan nyeri akibat HNP.
Prosedur ini dapat dilakukan dengan fusi vertebra.
Tindakan
bedah Intrakranial atau disebut juga kraniotomi, merupakan suatu intervensi
dalam kaitannya dengan masalah-masalah pada Intrakranial. Artinya kraniotomi
dilakukan dengan maksud pengambilan sel atau jaringan intrakranial yang dapat
terganggunya fungsi neorologik dan fisiologis manusia atau dapat juga dilakukan
dengan pembedahan yang dimasudkan pembenahan letak anatomi intrakranial.
1.2 Tujuan
Adapun
tujuan dari penyusunan makalah ini, yaitu :
1. Mampu mengetahui pengertian kraniotomi.
2. Mampu menjelaskan indikasi penggunaan
kraniotomi.
3.
Menggunakan proses keperawatan sebagai kerangka kerja untuk perawatan
pasien pre, intra dan pasca kraniotomi.
4. Mengidentifikasi beberapa tindakan pada
proses penatalaksanaan pasien bedah.
5.
Mengidentifikasi tindakan – tindakan keperawatan perioperatif yang dapat
menurunkan resiko terjadinya infeksi dan komplikasi pascaoperatif.
6. Mampu memberikan asuhan keperawatan pada
pasien operasi kraniotomi.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 Defenisi
a.
Kraniotomi adalah operasi membuka tulang tengkorak untuk mengangkat tumor,
mengurangi TIK, mengeluarkan bekuan darah atau menghentikan perdarahan.
(Hinchliff, Sue. 1999).
b.
Kraniotomi mencakup pembukaan tengkorak melalui pembedahan untuk meningkatkan
akses pada struktur intrakranial. (Brunner & Suddarth. 2002)
c.
Jadi post kraniotomi adalah setelah dilakukannya operasi pembukaan tulang
tengkorak untuk, untuk mengangkat tumor, mengurangi TIK, mengeluarkan bekuan
darah atau menghentikan perdarahan.
d.
Craniektomy adalah insisi pada tulang tengkorak dan membersihkan tulang dengan
memperluas satu atau lebih lubang. Pembedahan craniektomy dilakukan untuk
mengangkat tumor, hematom, luka, atau mencegah infeksi pada daerah tualang
tengkorak.
e.
Cranioplasty adalah memperbaiki kerusakan tulang kepala dengan menggunakan bahan
plastic atau metal plate.
2.2 Indikasi
Indikasi
tindakan kraniotomi atau pembedahan intrakranial adalah sebagai berikut :
a.
Pengangkatan jaringan abnormal baik tumor maupun kanker.
b.
Mengurangi tekanan intrakranial.
c.
Mengevakuasi bekuan darah .
d.
Mengontrol bekuan darah,
e. Pembenahan organ-organ intrakranial,
f.
Tumor otak,
g.
Perdarahan (hemorrage),
h.
Kelemahan dalam pembuluh darah (cerebral aneurysms)
i. Peradangan dalam otak
j. Trauma pada tengkorak.
2.3 Pemeriksaan Diagnostik
Prosedur
diagnostik praoperasi dapat meliputi :
a.
Tomografi komputer (pemindaian CT)
Untuk
menunjukkan lesi dan memperlihatkan derajat edema otak sekitarnya, ukuran
ventrikel, dan perubahan posisinya/pergeseran jaringan otak, hemoragik.
Catatan
: pemeriksaan berulang mungkin diperlukan karena pada iskemia/infark mungkin
tidak terdeteksi dalam 24-72 jam pasca trauma.
b.
Pencitraan resonans magnetik (MRI)
Sama
dengan skan CT, dengan tambahan keuntungan pemeriksaan lesi di potongan lain.
c.
Electroencephalogram (EEG)
Untuk
memperlihatkan keberadaan atau berkembangnya gelombang patologis
d.
Angiografy Serebral
Menunjukkan
kelainan sirkulasi serebral, seperti pergeseran jaringan otak akibat edema,
perdarahan trauma
e.
Sinar-X
Mendeteksi
adanya perubahan struktur tulang (fraktur), pergeseran struktur dari garis
tengah (karena perdarahan,edema), adanya fragmen tulang
f.
Brain Auditory Evoked Respon (BAER) : menentukan fungsi korteks dan batang otak
g.Positron
Emission Tomography (PET) : menunjukkan perubahan aktivitas metabolisme pada
otak
h.
Fungsi lumbal, CSS : dapat menduga kemungkinan adanya perdarahan subarakhnoid
i.
Gas Darah Artery (GDA) : mengetahui adanya masalah ventilasi atau oksigenasi
yang akan dapat meningkatkan TIK
j.
Kimia/elektrolit darah : mengetahui ketidakseimbangan yang berperan dalam
meningkatkan TIK/perubahan mental
k.
Pemeriksaan toksikologi : mendeteksi obat yang mungkin bertanggung jawab
terhadap penurunan kesadaran
l.
Kadar antikonvulsan darah : dapat dilakukan untuk mengetahui tingkat terapi
yang cukup efektif untuk mengatasi kejang.
(Doenges,
Marilynn.E, 1999)
2.4 Penatalaksanaan Medis
a.
Praoperatif
Pada
penatalaksaan bedah intrakranial praoperasi pasien diterapi dengan medikasi
antikonvulsan (fenitoin) untuk mengurangi resiko kejang pascaoperasi. Sebelum
pembedahan, steroid (deksametason) dapat diberikan untuk mengurangai edema
serebral. Cairan dapat dibatasi. Agens hiperosmotik (manitol) dan diuretik (furosemid)
dapat diberikan secara intravena segera sebelum dan kadang selama pembedahan
bila pasien cenderung menahan air, yang terjadi pada individu yang mengalami
disfungsi intrakranial. Kateter urinarius menetap di pasang sebelum pasien
dibawa ke ruang operasi untuk mengalirkan kandung kemih selama pemberian
diuretik dan untuk memungkinkan haluaran urinarius dipantau. Pasien dapat
diberikan antibiotik bila serebral sempat terkontaminasi atau deazepam pada
praoperasi untuk menghilangkan ansietas.
Kulit
kepala di cukur segera sebelum pembedahan (biasanya di ruang operasi) sehingga
adanya abrasi superfisial tidak semua mengalami infeksi.
b. Post operatif
· Mengurangi Edema Serebral
Terapi
medikasi untuk mengurangi edema serebral meliputi pemberian manitol, yang
meningkatkan osmolalitas serum dan menarik air bebas dari area otak (dengan
sawar darah-otak utuh). Cairan ini kemudian dieksresikan melalui diuresis
osmotik. Deksametason dapat diberikan melalui intravena setiap 6 jam selama 24
sampai 72 jam ; selanjutnya dosisnya
dikurangi secara bertahap.
· Meredakan Nyeri dan Mencegah Kejang
Asetaminofen
biasanya diberikan selama suhu di atas 37,50C dan untuk nyeri. Sering kali
pasien akan mengalami sakit kepala setelah kraniotomi, biasanya sebagai akibat
syaraf kulit kepala diregangkan dan diiritasi selama pembedahan. Kodein,
diberikan lewat parenteral, biasanya cukup untuk menghilangkan sakit kepala.
Medikasi antikonvulsan (fenitoin, deazepam) diresepkan untuk pasien yang telah
menjalani kraniotomi supratentorial, karena resiko tinggi epilepsi setelah
prosedur bedah neuro supratentorial. Kadar serum dipantau untuk mempertahankan
medikasi dalam rentang terapeutik.
· Memantau Tekanan Intrakranial
Kateter
ventrikel, atau beberapa tipe drainase, sering dipasang pada pasien yang
menjalani pembedahan untuk tumor fossa posterior. Kateter disambungkan ke
sistem drainase eksternal. Kepatenan kateter diperhatikan melalui pulsasi
cairan dalam selang. TIK dapat di kaji dengan menyusun sistem dengan sambungan
stopkok ke selang bertekanan dan tranduser. TIK dalam dipantau dengan memutar
stopkok. Perawatan diperlukan untuk menjamin bahwa sistem tersebut kencang pada
semua sambungan dan bahwa stopkok ada pada posisi yang tepat untuk menghindari
drainase cairan serebrospinal, yang dapat mengakibatkan kolaps ventrikel bila
cairan terlalu banyak dikeluarkan. Kateter diangkat ketika tekanan ventrikel
normal dan stabil. Ahli bedah neuro diberi tahu kapanpun kateter tanpak
tersumbat. Pirau ventrikel kadang dilakuakan sebelum prosedur bedah tertentu
untuk mengontrol hipertensi intrakranial, terutama pada pasien tumor fossa
posterior
2.5 Komplikasi pasca bedah
Beberapa
komplikasi yang dapat terjadi pada pasien pascabedah intrakranial atau
kraniotomi adalah sebagai berikut :
a. Peningkatan tekanan intrakranial
b. Perdarahan dan syok hipovolemik
c. Ketidakseimbangan cairan dan elekrolit
d. Infeksi
e. Kejang
2.6 Asuhan Keperawatan
1.
PREOPERASI
a. Pengkajian berdasarkan pola fungsional
Gordon pada preoperasi
1) Pola persepsi kesehatan manajemen
kesehatan
Tanyakan
pada klien bagaimana pemahaman pasien dan keluarga tentang rencana prosedur
bedah dan kemungkinan gejala sisanya yang dikaji bersamaan dengan reaksi pasien
terhadap rencana pembedahan. Menanyakan pada klien tentang pengalaman
pembedahan, pengalaman anestesi, riwayat pemakaian tembakau, alcohol,
obat-obatan. Biasanya klien mengalami perubahan status kognitif karena
pembedahan ang akan dihadapi.
2) Pola nutrisi metabolic
Tanyakan
kepada klien bagaimana pola makannya sebelum sakit dan pola makan setelah
sakit? Apakah ada perubahan pola makan klien? Kaji apa makanan kesukaan
klien?kaji riwayat alergi makanan maupun obat-obatan tertentu. Biasanya sebelum
pembedahan, pasien dipuasakan selama 6-8 jam. Segala bentuk defisiensi nutrisi
dan cairan harus di koreksi sebelum pembedahan untuk memberikan protein yang
cukup untuk perbaikan jaringan. Kondisi gizi buruk dapat mengakibatkan pasien
mengalami berbagai komplikasi pasca operasi dan mengakibatkan pasien menjadi
lebih lama dirawat di rumah sakit. Balance cairan perlu diperhatikan dalam
kaitannya dengan input dan output cairan. Demikaian juga kadar elektrolit serum
harus berada dalam rentang normal.
3) Pola eliminasi
Kaji
bagaimana pola miksi dan defekasi klien? Apakah mengalami gangguan? Kaji apakah
klien menggunakan alat bantu untuk eliminasi nya?. Biasanya klien yang
dipasangi keteter akan merasa sakit saat BAK .
4) Pola aktivas latihan
Kaji
bagaimana klien melakukan aktivitasnya sehari-hari sebelum menghadapi
pembedahan, apakah klien dapat melakukannya sendiri atau malah dibantu
keluarga, dan apakah aktivitas terganggu karena perasaan cemas yang dirasakan.
5) Pola istirahat tidur
Kaji
perubahan pola tidur klien sebelum menghadapi oprasi, berapa lama klien tidur
dalam sehari? Apakah klien mengalami gangguan dalam tidur, seperti nyeri dan
lain lain.
Keadaan
pasien yang cemas akan mempengaruhi kebutuhan tidur dan istirahat (Ruth F.
Craven, Costance J Himle, 2000). Pada pasien preoperasi yang terencana
mengalami kecemasan yang mengakibatkan terjadinya gangguan pola tidur antara 3
– 5 jam, sedangkan kebutuhan tidur dan istirahat normal adalah antara 7 – 8
jam. (Gunawan L, 2001).
6) Pola kognitif persepsi
Kaji
tingkat kesadaran klien, apakah klien mengalami gangguan
penglihatan,pendengaran, dan kaji bagaimana klien dalam berkomunikasi? atau
lakukan pengkajian nervus cranial.
7) Pola persepsi diri dan konsep diri
Kaji
bagaimana klien memandang dirinya dengan penyakit yang dideritanya? Apakah
klien merasa rendah diri ? biasanya klien akan merasa rendah diri akibat
pembedahan yang akan dijalani. Klien akan takut akan terjadi hal yang tidak
diinginkan setelah operasi.
8) Pola peran hubungan
Kaji
bagaimana peran fungsi klien dalam keluarga sebelum dan selama dirawat di Rumah
Sakit? Dan bagaimana hubungan social klien dengan masyarakat sekitarnya?. Pola
peran hubungan klien dengan orang lain tergantung dengan kepribadiannya. Klien
dengan kepribadian tipe ekstrovert pada orang biasanya memiliki ciri-ciri mudah
bergaul, terbuka, hubungan dengan orang lain lancar dan mampu menyesuaikan diri
dengan lingkungan sekitar. Hal ini akan menyebabkan seseorang lebih terbuka,
lebih tenang serta dapat mengurangi rasa cemas dalam menghadapi pra operasi.
9) Pola reproduksi dan seksualitas
Kaji
apakah ada masalah hubungan dengan pasangan? Apakah ada perubahan kepuasan pada
klien berkaitan dengan kecemasan dan ketakutan sebelum operasi? Pada pasien
baik preoperasi maupun postoperasi terkadang mengalami masalah tentang efek
kondisi/terapi pada kemampuan seksualnya
10) Pola koping dan toleransi stress
Kaji
apa yang biasa dilakukan klien saat ada masalah? Apakah klien menggunakan
obat-obatan untuk menghilangkan stres? Pada pasien pre operasi dapat mengalami
berbagai ketakutan . Takut terhadap anestesi, takut terhadap nyeri atau
kematian, takut tentang ketidaktahuaan atau takut tentang derformitas atau
ancaman lain terhadap citra tubuh dapat menyebabkan ketidaktenangan atau
ansietas
11) Pola nilai dan kepercayaan
Kaji
bagaimana pengaruh agama terhadap klien menghadapi pembedahan?
b. Diagnosa keperawatan preoperasi
Adapun
beberapa diagnosa yang dapat ditegakkan pada pra operatif bedah kraniotomi
1. Depresi berhubungan dengan ketidakpastian
pengobatan : pembedahan
2.
Kurang pengetahuan tentang persiapan pre operasi berhubungan dengan
keterbatasan koginitf.
3.
Resiko tinggi peningkatan tekanan intracranial berhubungan dengan metastase
tumor ke jaringan lunak.
4.
Cemas, berhubungan dengan pengalaman bedah (anesthesi, nyeri) dan hasil akhir
dari pembedahan
5. Kurang pengetahuan mengenai prosedur dan
protokol pre-operatif dan harapan pasca-operatif
Batasan
karakteristik:
· Insomnia
· Kawatir
· Menggigil
· Gelisah
· Tidak nafsu makan
· Tekanan darah meningkat
· Sulit konsentrasi
c.
intervensi keperawatan
1.
Nilai kembali keadaan penyakit atau prognosis
2.
Diskusikan kembali mengenai kegiatan, tekankan pentingnya peningkatan aktivitas
tersebut sesuai kemampuan
3.
Pertahankan pasien dalam posisi terlentang sempurna selama beberapa jam
4.
teliti keluhan pasien mengenai munculnya kembali nyeri
d.
evaluasi preoperatif
evaluasi preoperatif dapat disesuaikan dengan tujuan
1.Meningkatnya pengetahuan tentang respon fisiologis dan
psikologis pembedahan.
Mengutarakan
pemahaman proses penyakit serta respon yang akan ditimbulkan pasca operasi,
sediakan pengetahuan berdasarkan hal dimana pasien dapat membuat pilihan terapi
berdasarkan informasi
Meningkatnya pengetahuan intra dan post operatif
Emosi stabil,relaks dan nyaman
Fungsi fisiologis normal
Cairan dan elektrolit seimbang
2.
INTRAOPERATIF
Saat
pasien tiba diruang operasi, secara prinsip ada 3 grup tenaga yang berbeda yang
mempersiapkan keperawatannya,
1.ahli
anastesi atau perawat anastesia
memberikan
agens anastetik dan membaringkan pasien dalam posisi yang tepat dimeja operasi
2.ahli
bedah dan asisten yang melakukan scrub dan pembedahan
3.perawat
intraoperatif yang mengatur ruang operasi
a.
pengkajian
1.Cek status/medical record pasien dan kelengkapannya
setelah tiba di ruang op
Tanda-tanda vital: Hipotensi(terutama
karena perubahan posisi) yang berhubungan dengan perubahan pada kecepatan nadi
mungkin mencerminkan hipovolemia akibat kehilangan darah, pembatasan pemasukan
oral mual/muntah
Cek rambut, kosmetik dan alat bantu
Kesiapan klien
Salah
satu kesiapan klien adalah bagaimana posisi klien saat dimeja operasi, ini
bergantung pada prosedur operasi yang akan dilakukan juga pada kondisi fisik
pasien
b.diagnosa
keperawatan
1.Resiko terjadi perdarahan berhubungan dengan tindakan
operatif
Resiko distress pernafasan berhubungan dengan ketidakaduquatan
pulmo
Resiko syok hipovolemik berhubungan dengan perdarahan yang banyak
Kecemasan berhubungan dengan
tindakan pembedahan.
c.
intervensi
adapun
intervensi yang bertujuan untuk:
Tidak terjadi distres pernafasan
Auskultasi
suara napas, catat ada tidaknya suara ronki/mengi. Rasionalnya menandakan bahwa
adanya akumulasi sekret/ pembersihan jalan napas
Perdarahan terkontrol
Terjadi keseimbangan cairan dan elektrolit
Menurunkan kecemasan pasien
Beberapa
lanjutan intervensi, yaitu:
a.Monitoring TTV dan status cardiopulmonal
Motivasi pasien untk berdoa
Manotoring status cairan dan elektrolit
Monitoring jumlah perdarahan
3.
POSTOPERATIF
a. Pengkajian
pengkajian
awal pasien ini termasuk mengevaluasi saturasi oksigen dengan oksimetri nadi
dan memantau volume dan keteraturan nadi, kedalaman, dan sifat pernafasan,
warna kulit, tingkat kesadaran, dan kemampuan pasien untuk berespon terhadap
perintah. Bagian yang dioperasi yang diperikasa terhadap drainase atau hemoragi
dan terhadap adanya pengkleman selang yang seharusnya tidak diklem dan dihubungkan
keperalatan drainase.
Adapun
pengkajian berdasarkan pola fungsional Gordon pada pasien postoperasi
1) Pola persepsi kesehatan manajemen
kesehatan
Tanyakan
pada klien bagaimana pandangannya tentang penyakit yang dideritanya dan
pentingnya kesehatan bagi klien?
Bagaimana
pandangan klien tentang penyakitnya setelah pembedahan? Apakah klien merasa
lebih baik setelah pembedahan?
2) Pola nutrisi metabolic
Tanyakan
kepada klien bagaimana pola makannya sebelum sakit dan pola makan setelah
sakit? Apakah ada perubahan pola makan klien? Kaji apa makanan kesukaan
klien?kaji riwayat alergi klien.
Pada
pasien pasca pembedahan biasanya tidak diperkenankan menelan makanan sesudah
pembedahan. Insersi NG tube intra operatif mencegah komplikasi post operatif
dengan decompresi dan drainase lambung. Makanan yang dianjurkan pada pasien
post operasi adalah makanan tinggi protein dan vitamin C. Protein sangat
diperlukan pada proses penyembuhan luka, sedangkan vitamin C yang mengandung
antioksidan membantu meningkatkan daya tahan tubuh untuk pencegahan infeksi.
Pembatasan
diet yang dilakukan adalah NPO (nothing peroral) .
Biasanya
makanan baru diberikan jika:
· Perut tidak kembung
· Peristaltik usus normal
· Flatus positif
· Bowel movement positif
Pemberian
infus merupakan usaha pertama untuk mempertahankan keseimbangan cairan dan
elektrolit. Monitor cairan per infus sangat penting untuk mengetahui kecukupan
pengganti dan pencegah kelebihan cairan. Begitu pula cairan yang keluar juga
harus dimonitor.
3) Pola eliminasi
Kaji
bagaimana pola miksi dan defekasi kliensetelah pembedahan? Apakah mengalami
gangguan? Kaji apakah klien menggunakan alat bantu untuk eliminasi nya?.
Biasanya klien dipasangi keteter pasca operasi. Kontrol volunter fungsi
perkemihan kembali setelah 6 – 8 jam post anesthesia inhalasi, IV, spinal.
4) Pola aktivas latihan
Kaji
bagaimana klien melakukan aktivitasnya sehari-hari, apakah klien dapat
melakukannya sendiri atau malah dibantu keluarga?
Biasanya
pasien diposisikan untuk berbaring ditempat tidur agar keadaanya stabil.
Biasanya posisi awal adalah terlentang, tapi juga harus tetap dilakukan
perubahan posisi agar tidak terjadi dekubitus. Pasien yang menjalani pembedahan
abdomen dianjurkan untuk melakukan ambulasi dini.
5) Pola istirahat tidur
Kaji
perubahan pola tidur klien selama sehat dan sakit, berapa lama klien tidur
dalam sehari? Apakah klien mengalami gangguan dalam tidur pasca operasi seperti
nyeri dan lain lain. Biasanya pasien mengalami gangguan tidur karena nyeri
pasca operasi.
6) Pola kognitif persepsi
Kaji
tingkat kesadaran klien, apakah klien mengalami gangguan penglihatan,
pendengaran, dan kaji bagaimana klien dalam berkomunikasi?atau lakukan
pengkajian nervus cranial. Kaji apakah ada komplikasi pada kognitif, sensorik,
maupun motorik setelah pembedahan.
Monitor
kondisi umum dan neurologis pasien dilakukan seperti biasanya. Jahitan dibuka
pada hari ke 5-7. Tindakan pemasangan fragmen tulang atau kranioplasti
dianjurkan dilakukan setelah 6-8 minggu kemudian.
CT
scan kontrol diperlukan apabila post operasi kesadaran tidak membaik dan untuk
menilai apakah masih terjadi hematom lainnya yang timbul kemudian.
7) Pola persepsi diri dan konsep diri
Kaji
bagaimana klien memandang dirinya dengan penyakit yang dideritanya? Apakah
klien merasa rendah diri? Biasanya klien mengalami gangguan citra tubuh karena
efek pembedahan.
8) Pola peran hubugan
Kaji
bagaimana peran fungsi klien dalam keluarga sebelum dan selama dirawat di Rumah
Sakit? Dan bagaimana hubungan social klien dengan masyarakat sekitarnya?
9) Pola reproduksi dan seksualitas
Kaji
apakah ada masalah hubungan dengan pasangan? Apakah ada perubahan kepuasan pada
klien? Pada klien baik preoperasi maupun postoperasi terkadang mengalami
masalah tentang efek kondisi/terapi pada kemampuan seksualnya
10) Pola koping dan toleransi stress
Kaji
apa yang biasa dilakukan klien saat ada masalah? Apakah klien menggunakan
obat-obatan untuk menghilangkan stres?
11) Pola nilai dan kepercayaan
Kaji
bagaimana pengaruh agama terhadap klien menghadapi penyakitnya? Apakah ada
pantangan agama dalam proses penyembuhan klien?
b. Diagnosa keperawatan post operasi
Diagnosa
keperawatan yang dapat muncul adalah:
1.
Gangguan perfusi jaringan berhubungan
dengan pendarahan, edema serebral.
2.
Potensial terhadap ketidakefektifan termoregulasi yang berhubungan dengan
kerusakan hipotalamus, dehidrasi, dan infeksi.
3.
Potensial terhadap kerusakan pertukaran gas yang berhubungan dengan
hipoventilasi, aspirasi dan imobilisasi.
4.
Perubahan sensori persepsi berhubungan dengan edema periorbital, balutan
kepala, selang endotrakea dan efek TIK
5.
Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan penampilan atau
ketidakmampuan fisik
6. Ganggguan rasa nyaman nyeri berhubungan
dengan luka insisi.
7. Kerusakan integritas kulit berhubungan
dengan luka insisi.
8. Resiko tinggi infeksi berhubungan berhubungan
dengan tindakan invasif, penurunan tingkat kesadaran, lamanya, type dari
tindakan pembedahan.
9. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan
perdarahan post operasi.
10.
Pola nafas inefektif berhubungan dengan gangguan integritas jaringan otak,
hypoxemia dampak dari anestesi, serebral edema, area pembedahan sekitar medulla
obongata atau pons.
11. Bersihan jalan napas inefektif berhubungan
dengan penumpukan secret.
12. Perubahan pola eliminasi urin berhubungan
dengan efek anastesi.
13. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan
berhubungan dengan mual muntah
c.
implementasi keperawatan
tujuan
utama pasien dapat mencakup fungsi pernafasan yang optimal, reda dari nyeri dan
ketidak nyamanan pasca operatif, pemeliharaan suhu tubuh normal, bebas dari
cedera, pemeliharan keseimbangan nutrisi, kembalinya fungsi perkemihan yang
normal, pemulihan mobilitas, dan rencana rehabilitasi.
d.
intervensi keperawatan
Pantau status pernafasan, GCS, status neurologis, peningkatan
kemampuan menelan, berbicara, respon terhadap rangsang
Pantau TTV
Berikan lingkungan yang aman dan nyaman
Selain
memberikan lingkungan aman nyaman, kontrol juga suhu lingkungan dan pasien
Alih baring tiap 2 jam
Pantau GDA
Motivasi pasien untuk mengungkapkan perasaannya
Pendidikan kesehatan pasien dan keluarga perawatan di rumah
Motivasi pasien kontrol nyeri dengan nafas falam dan ditraksi
Perawatan luka
e.Evaluasi
post operatif
1.Tercapainya homeostatis neurologis/meningkatakan
perfusi jaringan serebral
2.Tercapainya pengaturan suhu dan suhu tubuh dalam
keadaan normal
3.Mengkoping penurunan sensori dan citra tubuh
4.Pertukaran gas normal
5.Menunjukkan peningkatan konsep diri
6.Tidak terjadi komplikasi
BAB III
PENUTUP
3.1
KESIMPULAN
Kraniotomi
adalah setiap operasi terhadap kranium. Kraniotomi mencakup operasi atau
pembukaan tulang tengkorak untuk mengangkat tumor, mengurangi TIK, mengeluarkan
bekuan darah atau menghentikan perdarahan dan serta untuk meningkatkan akses
pada struktur intrakranial.
Proses
keperawatan sebagai kerangka kerja pada pasien kraniotomi meliputi pengkajian,
diagnosa, perencanaan, implementasi, evaluasi. Adapun Indikasi penggunaan
kraniotomi yaitu : Pengangkatan jaringan abnormal baik tumor maupun kanker,
mengurangi tekanan intrakranial, mengevakuasi bekuan darah, mengontrol bekuan
darah, dan pembenahan organ-organ intrakranial.
Beberapa
tujuan perawatan postoperasi pasien kraniotomi, yaitu diantaranya menghindari
komplikasi insisi kranial, menghilangkan nyeri akibat proses pembedahan,
mempertahankan fungsi fisiologis dan neorologik.
Kraniotomi
atau sering lebih disebut sebagai bedah kranial merupakan salah satu tindakan
operasi untuk penanganan pengambilan jaringan abnormal (kanker, tumor dan lain
sejenisnya), memperbarui struktur anatomi atau fisiologis pada intrakranial.
Pembedahan dilakukan untuk menghilangkan
gejala atau manifestasi tersebut yang tidak mungkin diatasi dengan obat-obatan
biasa. Selain itu hal yang perlu dilakukan sebelum dilakukannya bedah kranial
ini tentunya pelaksanaan pemeriksaan penunjang yaitu foto roentgen, angiografi
serebral, brain auditory evoked respons (BAER) CT-scan serta gas darah arteri,
untuk mengetahui masalah intrakranial perlu dilakukan pembedahan atau tidak.